Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Template

Powered by Blogger

Minggu, 19 Agustus 2012

Muhasabah Paska Ramadhan

Adopted from Yusuf Mansyur Network.

Detik-detik perginya tamu agung nan suci ini, adalah layak kita mempertanyakan kembali dengan serius kepada setiap pribadi kita, “sudahkah kita meraih predikat takwa yang dijanjikan Allah bagi orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan, atau minimal sudah melekat kah pada diri dan masyarakat kita sebagian dari karakteristik orang-orang yang bertakwa(muttaqiin)?”. Sejatinya, yang bisa memutuskan seseorang sudah meraih gelar takwa atau belum memang hanyalah Allah Swt. Namun begitu, beberapa indikator bisa kita jadikan pegangan untuk menilai pribadi kita pasca Ramadhan nanti. Artinya, meski yang menilai seseorang sudah meraih predikat takwa atau belum hanya Allah, namun kita telah diberikan petunjuk untuk menilai diri kita dengan patokan mendekati dan mengarah kepada para Nabi dan Shahabatnya sebagai manusia yang pasti ketaqwaannya

Apakah karakteristik yang Allah sebut dalam Alquran melekat erat pada diri pribadi orang-orang yang meraih derajat muttaqin sudah melekat pada diri kita?. Dan tulisan ini hanya mencoba mengajak kita semua untuk bertafakkur dan bermuhasabah tentang sejauh mana kualitas ibadah puasa Ramadhan yang saban tahun kita kerjakan. Bukan untuk menilai sesorang belum bertakwa atau sudah meraih derajat mulia tersebut.

Para ulama mendefinisikan takwa ini dengan ungkapan: “Menaati Allah dan tidak maksiat, selalu berdzikir dan tidak lupa, senantiasa bersyukur dan tidak kufur”. Dari definis ini kita bisa berkesimpulan, bahwa takwa adalah kalimat yang singkat namun kaya makna, mencakup seluruh tuntunan yang dibawa Islam; akidah, ibadah, muamalah dan akhlak. Dan takwa bukanlah kalimat yang hanya sekedar diucapkan, atau hanya sekedar klaim tanpa bukti. Tapi takwa adalah perbuatan dalam rangka ketaatan kepada Allah dan tidak melakukan maksiat kepada-Nya.

Pada prinsipnya, puasa Ramadhan akan selalui ditandai dengan transformasi dalam diri pelakunya serta masyarakat sekitarnya dengan mengalirnya amal saleh yang tiada putus-putusnya serta berbagai perbuatan terpuji lainnya. Bila setelah Ramadhan seseorang selalu berbuat baik, serta bisa memberikan sumbangsih untuk perubahan masyarakat di sekitarnya sampai ia menghadap Allah Swt, maka jelas ia akan tergolong kelompok manusia yang meraih gelar takwa dan pahala yang akan kelak ia dapatkan adalah surga.

Dan sebaliknya, jika setelah melaksanakan ibadah Ramadhan seseorang masih seperti sebelum melaksanakan Ramadhan maka bisa dipastikan Ramadhannya tidak berkah dan ia gagal meraih predikat takwa. Namun begitu, kita memang tidak bisa menilai apakah seseorang itu benar-benar mencapai gelar takwa atau tidak. Itu hak Allah. Namun kita bisa mengenali ciri-ciri orang yang meraih gelar takwa antara lain adalah; terjadinya perubahan pribadi ke arah yang positif. Perubahan ini mencakup hubungan vertikal (dengan Allah) dan horizontal (dengan lingkungan sekitar), juga mencakup kualitas ibadah jasmani dan rohani.

Sebagian dari dampak ibadah puasa Ramadhan bagi pelakunya adalah terjadinya perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji. Indikator diraihnya gelar takwa pasca Ramadhan adalah jika pelakunya patuh melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt dan meninggalkan apa yang dilarangNya, baik semasa Ramadhan maupun nanti pasca Ramadhan. Ada banyak kriteria orang yang bertakwa yang disebutkan dalam Alquran maupun sunnah. Diantara kriteria tersebut adalah, beriman, senantiasa mendirikan shalat, menunaikan zakat/menafkahkan sebagian harta, selalu menepati janji, sabar, selalu berdo’a kepada Allah, benar, tetap taat dan mengingat Allah, selalu beristighfar(meminta ampun) dan taubat kepada Allah dari semua dosanya. Disamping itu, menahan amarah, suka memaafkan, selalu berbuat baik, tidak melakukan perbuatan keji, shalat tahajjud, amalan-amalan tersebut selalu dilakukan oleh yang bertakwa.

Kriteria berikutnya adalah ia akan memiliki sifat dan sikap terpuji seperti sabar, syukur, tawakkal, pemaaf, tawadlu dan sebagainya. Ia juga akan malu kepada Allah Swt utk melakukan perbuatan yang dilarang-Nya. Bersemangat dan sungguh-sungguh dalam menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan terutama ilmu-ilmu Islam. Kemudian ia juga akan senantiasa bekerja keras dan tekun untuk memenuhi keperluan hidup dirinya, keluarganya dan dalam rangka membantu orang lain serta berusaha untuk tidak membebani dan menyulitkan orang lain.

Indikator takwa yang lain adalah ia akan konsekuen meninggalkan apa yang dilarang oleh Allah Swt, terutama dosa-dosa besar, seperti syirik, riba, judi, zina, khamr, korupsi, membunuh orang, bunuh diri, bertengkar, menyakiti orang lain, khurafat, bid'ah dan sebagainya. Dia juga akan gemar melakukan ibadah wajib, sunat dan amal shalih lainnya serta berusaha meninggalkan perbuatan yang makruh dan tidak bermanfaat. Aktif berkiprah dalam memperjuangkan, menda'wahkan Islam dan istiqamah serta sungguh-sungguh dalam melaksanakan amar ma'ruf dengan cara yang ma'ruf, melaksanakan nahi munkar tidak dengan cara munkar.

Artinya ia akan memiliki komitmen yang total untuk mentaati Allah Swt dan tunduk kepada-Nya, bukan saja selama puasa Ramadhan, melainkan kapan saja dan di mana saja ia berada. Puasa Ramadhan tidak akan bermakna jika pasca Ramadhan seseorang tidak menyadari identitas kehambaanya kepada Allah Swt. Tuntunan syetan kembali diagungkan. Merebut harta haram(KKN) dan kemaksiatan menjadi kebiasaannya sehari-hari.

Selain itu, orang-orang yang bertakwa akan cepat melakukan taubat apabila terlanjur melakukan kesalahan dan dosa, tidak membiasakan diri proaktif dengan perbuatan dosa, tidak mempertontonkan dosa dan tidak betah dalam setiap aktivitas berdosa. Sungguh-sungguh memanfaatkan segala potensi yang ada pada dirinya untuk melakukan berbagai transformasi sosial serta menolong orang lain dan menegakkan "Izzul Islam wal Muslimin" atau kejayaan Islam dan kaum Muslimin.

Untuk meraih predikat takwa diperlukan proses yang berkelanjutan, tidak hanya memada dengan puasa ramadhan. Takwa dibentuk melalui proses pembinaan yang kontinu/berkelanjutan menuju ke tingkat ketakwaan yang tinggi yaitu takwa khawwash al-khawwash. Secara rinci, pembentukan karakter takwa, selain puasa Ramadhan juga dapat direalisasikan melalui upaya-upaya relegius sebagai berikut: seperti, membaca Alquran, mengkaji dan merenungi maknanya (khususnya yang dengan ancaman Allah bagi orang-orang yang berbuat maksiat), serta melaksanakan isi kandungannya(tidak memada semata hanya belajar dan mengajarinya). Kemudian puasa, baik puasa wajib (ramadhan) maupun yang sunat.

Read More......

Jumat, 17 Agustus 2012

BNP2TKI: Pasar Kerja Perawat di Mancanegara Potensial




Metrotvnews.com, Medan: Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Mohammad Jumhur Hidayat menyatakan pasar kerja perawat di mancanegara sangat potensial. "Tinggal kesiapan suplai dari dalam negeri untuk mengisi kebutuhan pasar kerja perawat di luar negeri," kata Jumhur di Medan, Sumatra Utara, Ahad (29/7), dalam rangkaian hari ke-6 Safari Ramadan BNP2TKI V 24 Juli-3 Agustus 2012 ke Sumut, NAD, Riau, dan Kepri.

Ia menyebutkan sejak 2008 pemerintah RI dan Jepang bekerja sama dalam penempatan TKI perawat untuk memenuhi kebutuhan 1.000 perawat pasien dan jompo di negeri Matahari Terbit itu. Sejak 2008-2012, BNP2TKI telah menempatkan 892 perawat ke Jepang, terdiri atas 392 perawat pasien (nurse) dan 500 perawat jompo (careworker).

Kualitas perawat asal Indonesia lebih unggul dibanding asal Filipina yang bekerja di Jepang. Dalam hasil ujian nasional yang diumumkan pemerintah Jepang pada 26 Maret lalu, setelah bekerja minimal satu tahun di negeri itu, TKI perawat yang lulus sebanyak 69 orang terdiri atas 34 "nurse/kangoshi" dan 35 "careworker/kaigofukushishi",  sedangkan asal Filipina yang lulus hanya 13 orang.

Sebelumnya, dalam dua tahun berturut-turut Indonesia juga mengalahkan Filipina. Pada 2010, perawat asal Indonesia yang lulus ujian nasional dua orang, sedangkan asal Filipina satu orang. Pada tahun 2011, perawat asal Indonesia yang lulus sebanyak 15 orang, sedangkan asal Filipina satu orang.

Penempatan TKI perawat ke Jepang merupakan program kerja sama antar pemerintah (G to G) melalui program Indonesia-Jepang Economic Partnership (IJEPA) yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Jepang saat itu Shinzo Abe di Tokyo pada November 2006.

BNP2TKI atas nama pemerintah Indonesia menindaklanjuti nota kesepahaman itu dengan Japan International Corporation of Welfare Services (JICWELS) yang mewakili pemerintah Jepang, di Jakarta, Mei 2008. Melalui penandatanganan nota kesepahaman itu, BNP2TKI diminta menyiapkan 1.000 perawat yang akan dipekerjakan di Jepang. Setelah 1.000 perawat terpenuhi, lanjut dia, akan dilakukan upaya kerja sama yang baru untuk kesinambungan penempatan TKI perawat ke Jepang.

Sementara negara-negara di kawasan Timur Tengah juga sangat membutuhkan banyak TKI perawat asal Indonesia. Kuwait membutuhkan sedikitnya 300 perawat dari hasil pertemuan bisnis dua pekan lalu. Jumhur menambahkan, saat ini, Jerman sedang membutuhkan sekitar 7.000 tenaga kerja perawat.

Timor Leste juga sedang dalam kerja sama penempatan TKI bidan ke negeri bekas wilayah Negara Kesatuan RI itu. Kerja sama itu sudah berjalan dua tahun dengan penempatan sejumlah bidan asal Indonesia.(Ant/BEY

Read More......

Kamis, 16 Agustus 2012

KTT Mekah Negara-Negara Islam Jangan Hanya Teori


Oleh ABU GHOZZAH - Rab Agu 15, 4:59 am


Pertemuan Puncak Negara-Negara OKI di Mekah
al-ikhwan.net - Wakil Ketua Gerakan Islam di wilayah Palestina jajahan tahun 1948, Syekh Kamal Al-Khateb meminta kepada KTT istimewa Islam di Makkah yang memulai agendanya hari ini Selasa untuk mengambil sikap tidak biasa terkait dengan Al-Quds dan Masjid Al-Aqsha di tengah makin ganasnya kejahatan-kejahatan Israel.
Dalam pernyataannya kepada Quds Press Al-Khateeb menegaskan, KTT ini sangat istimewa dari sisi timing dan tempatnya karena digelar di Makkah dekat Masjidil Haram sehingga semakin sacral dan digelar di bulan Ramadhan terutama di malam-malam kemungkinan Lailatul Qadar yakni 27 Ramadhan. Nuansa sacral ini diharapkan akan menciptakan kondisi tidak biasa dengan mengeluarkan keputusan-keputusan yang berbeda dengan sebelumnya.
Sementara Aziz Duwaik, Ketua Parlemen Palestina menuntut para pemimpin Arab dan dunia Islam yang bertemu dalam KTT Makkah agar beralih ke wilayah kerja positif dan sampai kepada level strategi Israel yang mengincar Al-Quds dan Masjidil Aqsha.
Dalam keterangannya kepada Quds Press, Duwaik menyebutkan pentingnya para pimpinan Arab beralih dari wilayah teoritis ke wilayah kerja positif, sehingga dunia memandang Arab dan kaum muslimin dengan pandangan yang tidak merendahkan. Seharusnya KTT seiring dengan tuntutan bangsa-bangsa yang menginginkan kerja positif yang bisa mengubah keseimbangan, sehingga Israel tahu bahwa umat ini beserta pimpinannya mampu menunaikan tanggung jawab.
Mufti Al-Azhar Dr. Ahmad Thayib menuntut para pemimpin dunia Islam yang bertemu dalam KTT Islam, untuk mencabut inisiatif Arab, sebagai balasan atas pelanggaran Israel terhadap Al-Quds dan Masjidil Aqsha.
Dalam rilis yang diterima Pusat Informasi Palestina, Syeikh Al-Azhar menyatakan, oleh karena agama adalah nasehat, makan Al-Azhar mengungkapkan nurani umat dan perasaan mereka dalam kondisi saat ini. Dengan jujur dan terus terang kami sampaikan kepada para pemimpin kaum muslimin bahwa semua krisis dan persoalan bersumber kepada persoalan Palestina, yang akan tetap menjadi luka di tubuh umat, saat ini Palestina terancam bahaya, tempat sucinya berada dalam konspirasi, menjadi target yahudisasi dan pembasmian etnis Arab, tanah-tanahnya dicaplok dari segenap arah, demografi dan infrastrukturnya diubah, termasuk Masjidil Aqsha. Para petinggi Israel dengan arogan menyerukan untuk membagi Masjidil Aqsha antara Arab dan Yahudi, seperti yang mereka lakukan di Masjid Ibrahimi Hebron.
KTT Luar Biasa OKI digelar pada hari Selasa dan Rabu, 14-15 agustus 2012 di Qashr Shafa depan Masjidil Haram. KTT ini untuk merespon beberapa isu utama yang dihadapi negara-negara dan umat Islam dewasa ini yaitu situasi di Suriah, di Palestina. Situasi terakhir Muslim Rohingya dan situasi di Mali.
Umat menunggu sikap berani KTT Makkah terhadap persoalan Al-Quds, krisis Suriah dan pembantaian terhadap kaum muslimin di Burma. (qm)

Read More......

Minggu, 12 Agustus 2012


Fiqh I’tikaf

Oleh ADMIN - Kam Agu 09, 3:08 am
I'tikaf Asyrul Awakhir
al-ikhwan.net - Dalam tinjauan bahasa Arab, al-i’tikaf bermakna al-ihtibas (tertahan) dan al-muqam(menetap)[1].
Sedangkan definisinya menurut para fuqaha adalah:
الْمُكْثُ فِي الْمَسْجِدِ بِنِيَّةِ القُرْبَةِ
Menetap di masjid dengan niat mendekatkan diri kepada Allah.[2]
Atau:
لُزُومُ الْمَسْجِدِ لِطَاعَةِ اللهِ وَالاِنْقِطَاعِ لِعِبَادَتِهِ، وَالتَّفَرُّغِ مِنْ شَوَاغِلِ الْحَيَاةِ
Menetap di masjid untuk taat dan melaksanakan ibadah kepada Allah saja, serta meninggalkan berbagai kesibukan dunia.[3]
Hukum dan Dalil Disyariatkannya I’tikaf
Hukumnya sunnah, dan sunnah muakkadah di sepuluh hari terakhir Ramadhan.[4] I’tikaf menjadi wajib jika seseorang telah bernadzar untuk melakukannya.
Dalil-dalilnya:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُودِ
Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (Al-Baqarah (2): 125).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ فِي كُلِّ رَمَضَانَ عَشْرَةَ أَيَّامٍ فَلَمَّا كَانَ الْعَامُ الَّذِي قُبِضَ فِيهِ اعْتَكَفَ عِشْرِينَ يَوْمًا (رواه البخاري)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Nabi Muhammad saw selalu i’tikaf setiap bulan Ramadhan selama sepuluh hari. Dan pada tahun wafatnya, beliau i’tikaf selama dua puluh hari. (HR. Bukhari).
قَوْلُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْتَكِفُ العَشْرَ الأَوَاخِرَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ [رواه البخاري ومسلم]
Aisyah ra berkata: Rasulullah saw melakukan i’tikaf di sepuluh hari terakhir (bulan Ramadhan) sampai Allah mewafatkan beliau. Kemudian para istrinya melakukan i’tikaf sepeninggal beliau. (HR. Bukhari dan Muslim)
Para ulama sepakat bahwa i’tikaf seorang istri harus seizin suaminya.
Tujuan dan Manfaat I’tikaf
Ibnul Qayyim menyebutkan bahwa tujuan disyariatkannya i’tikaf adalah agar hati terfokus kepada Allah saja, terputus dari berbagai kesibukan kepada selain-Nya, sehingga yang mendominasi hati hanyalah cinta kepada Allah, berdzikir kepada-Nya, semangat menggapai kemuliaan ukhrawi dan ketenangan hati sepenuhnya hanya bersama Allah swt. Tentunya tujuan ini akan lebih mudah dicapai ketika seorang hamba melakukannya dalam keadaan berpuasa, oleh karena itu i’tikaf sangat dianjurkan pada bulan Ramadhan khususnya di sepuluh hari terakhir.[5]
Adapun manfaat i’tikaf di antaranya adalah:
  1. Terbiasa melakukan shalat lima waktu berjamaah tepat waktu.
  2. Terlatih meninggalkan kesibukan dunia demi memenuhi panggilan Allah.
  3. Terlatih untuk meninggalkan kesenangan jasmani sehingga hati bertambah khusyu’ dalam beribadah kepada Allah swt.
  4. Terbiasa meluangkan waktu untuk berdoa, membaca Al-Quran, berdzikir, qiyamullail, dan ibadah lainnya dengan kualitas dan kuantitas yang baik.
  5. Terlatih meninggalkan hal-hal yang tidak berguna bagi penghambaannya kepada Allah swt.
  6. Memperbesar kemungkinan meraih lailatul qadar.
  7. Waktu i’tikaf adalah waktu yang tepat untuk melakukan muhasabah dan bertaubat kepada Allah swt.
Rukun I’tikaf
Rukun i’tikaf ada empat[6] :
  1. Mu’takif (orang yang beri’tikaf) ((المُعْتَكِفُ
  2. Niat (النِّيَّة)ُ
  3. Menetap (اللُّبْثُ). Tidak ada batasan minimal yang disebutkan oleh Al-Quran maupun Hadits tentang lamanya menetap di masjid. Namun untuk i’tikaf sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan waktu i’tikaf yang ideal dimulai pada saat maghrib malam ke-21 sampai maghrib malam takbiran.
  4. Tempat i’tikaf (المُعْتَكَفُ فِيهِ)
Syarat I’tikaf
  1. Syarat yang terkait dengan mu’takif : beragama Islam, berakal sehat, mampu membedakan perbuatan baik dan buruk (mumayyiz), suci dari hadats besar (tidak junub, haid, atau nifas).
  2. Syarat yang terkait dengan tempat i’tikaf : masjid yang dilakukan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu di dalamnya agar mu’takif tidak keluar dari tempat i’tikafnya untuk keperluan tersebut.

Yang Membatalkan I’tikaf
  1. Kehilangan salah satu syarat i’tikaf yang terkait dengan mu’takif.
  2. Berhubungan suami istri sebagaimana firman Allah swt:
    وَلَا تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنْتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ
    Janganlah kamu campuri mereka (istri-istrimu) itu, sedang kamu beri’tikaf dalam masjid. (Al-Baqarah (2): 187)
  3. Keluar dengan seluruh badan dari tempat i’tikaf, kecuali untuk memenuhi hajat (makan, minum, dan buang air jika tidak dapat dilakukan di lingkungan masjid).Mengeluarkan sebagian anggota badan dari tempat i’tikaf tidak membatalkan i’tikaf sesuai dengan ungkapan ‘Aisyah ra:
    كَانَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم يُخْرِجُ رَأْسَهُ مِنَ الْمَسْجِدِ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ
    Nabi Muhammad saw mengeluarkan kepalanya dari masjid (ke ruangan rumahnya) saat beliau i’tikaf lalu aku mencucinya sedang aku dalam keadaan haid. (HR. Bukhari).
Adab atau hal yang harus diperhatikan oleh Mu’takif
  1. Selalu menghadirkan keagungan Allah di dalam hati sehingga niatnya terus terjaga.
  2. Menyibukkan diri dengan amal yang dapat mencapai tujuan i’tikaf.
  3. Bersahaja dan tidak berlebihan dalam melakukan perbuatan mubah seperti makan, minum, berbicara, tidur dan hal-hal lain yang biasa dilakukan di luar masjid.
  4. Menjauhi amal perbuatan yang dapat merusak tujuan i’tikaf seperti pembicaraan tentang materi (jual beli, kekayaan dan lain-lain).
  5. Memelihara kebersihan diri dan tempat i’tikaf serta menjaga ketertiban dan keteraturan dalam segala hal.
  6. Tidak melalaikan kewajiban yang tidak dapat ditunda pelaksanaannya, seperti nafkah untuk keluarga, menolong orang yang terancam keselamatannya, dan lain-lain. Wallahu’alam
Catatan Kaki:
[1] At-Ta’rifat karya ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali Asy-Syarif Al-Husaini Al-Jurjani atau sering disebut dengan Al-Jurjani.
[2] Mu’jam Lughah Al-Fuqaha karya Muhammad Rawwas Qal’ah Ji 1/76.
[3] http://syrcafe.com/vb/t14459.html
[4] Sunnah muakkadah ialah sunnah yang sangat dianjurkan karena hampir tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw.
[5] Zadul Ma’ad 2/82.
[6] Raudhah At-Thalibin wa ‘Umdah Al-Muftin karya Imam An-Nawawi: 1/281.

Read More......

Sabtu, 11 Agustus 2012

Read More......